Stonehenge Bangunan Megalitik Berusia 5000 tahun




Stonehenge merupakan sebuah monumen batu peninggalan manusia purba pada zaman Perunggu dan Neolithikum yang terletak berdekatan dengan Amesbury sekitar 13 kilometer (8 batu) barat laut Salisbury Plain, Propinsi Wilshire, Inggris. Stonehenge sendiri terdiri dari tiga puluh batu tegak (sarsens) dengan ukuran yang sangat besar (masing-masing batu pada mulanya seragam tingginya, yaitu 10 meter dengan masing-masing batu mempunyai berat 26 ton), semua batu tegak tersebut disusun dengan bentuk tegak melingkar yang dikenal sebagai megalithikum.
Terdapat perdebatan ...mengenai usia sebenarnya lingkaran batu itu, tetapi kebanyakan arkeolog memperkirakan bahwa sebagian besar bangunan Stonehenge dibuat antara 2500-2000 SM. Bundaran tambak tanah dan parit membentuk fase pembangunan monumen Stonehenge yang lebih, awal sekitar 3100 SM. Walaupun seusia dengan ( henges ) zaman Neolithikum yang menye rupai Stonehenge, Stonehenge mungkin memiliki keterkaitan dengan bulatan batu lain yang terdapat di British Isle seperti Cincin Brodgar namun ukuran trilitonnya sebagai contoh menjadikannya unik. Tempat ini dimasukkan dalam daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1986.
Di dalam 30 lingkaran batu besar tadi, juga masih terdapat sekitar 30 batu dengan ukuran yang lebih kecil yang dinamakan Lintels, yang disusun dengan bentuk melingkar juga.Tapi pada saat ini keba nyakan batu-batu tegak tadi telah terkikis dan jatuh.
Prasejarah
Menurut Arkeolog inggris, Richard Jhon Coplan Atkinson (1950), Stonehenge kira-kira dibangun sekitar 5000 tahun silam, pembangunannya sendiri dibagi menjadi beberapa fase (I,II,IIIa,IIIb, dan IIIc). Tentunya dengan banyaknya tahapan fase dalam pembangunan Stonehenge, menunjukkan bahwa bangunan tersebut memerlukan waktu yang sangat lama dalam pengerjaannya, mulai dari peng angkutan batunya sendiri sampai tahap pengukiran pada setiap batunya. Pene muan diketahui adanya ukiran disetiap batu Stonehenge, hal ini baru diketahui oleh para peneliti baru-baru ini. Menurut seorang Arkeolog, Tom Goskar, dengan metode scaning laser, ukiran-ukiran pada batu tersebut baru akan terlihat. Jika deng an mata telanjang tidak akan terlihat. Tentunya dengan ditemukannya bentuk-bentuk ukiran pada bebatuan, setidaknya bisa memberikan secercah harapan untuk menguak kegunaan Stonehenge pada masa lalu.
Kompleks Stonehenge dibangun dalam beberapa fase pembangunan selama 2.000 tahun dan sepanjang kurun waktu itu aktivitas terus berjalan. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sesosok mayat seorang Saxon yang dipancung dan dikebumikan di tugu peringatan tersebut, dan kemungkinan mayat tersebut berasal dari abad ke-7 M.
Stonehenge I
Monumen pertama terdiri dari lingkaran tebing bulat dan parit berukuran 115 meter (320 kaki) diameter dan dengan satu pintu masuk di bagian timur laut. Fase ini adalah sekitar 3100 SM. Di bagian luar kawasan lingkaran terdapat 59 lubang, dikenal sebagai lubang Aubrey untuk memperingati Jhon Aubrey, arkeolog abad ketujuh belas yang merupakan orang pertama yang mengetahui lubang-lubang tersebut. Dua puluh lima dari lubang Aubrey diketahui mempunyai perkebumian abu pada dua abad setelah berdirinya Stonehenge. Tiga puluh abu mayat diletakkan di dalam parit kawasan lingkaran dan bagian lain dalam kawasan Stonehenge. Tembikar Neolitikum akhir telah ditemukan bersama-sama ini memberikan bukti tanggal. Sebuah batu tunggal monolit besar yang tidak dilicinkan dikenal sebagai ‘Batu Tumit’ ( Heel Stone ) terletak di luar pintu masuk.
Stonehenge II
Bukti fase kedua tidak lagi kelihatan. Bagaimanapun bukti dari beberapa lubang tiang dari waktu masa ini membuktikan terdapatnya beberapa bangunan kayu yang dibangun dalam kawasan lingkaran sekitar awal milenium ketiga SM. Beberapa kesan papan yang didapati dile takkan pada pintu masuk. Fase ini sama dengan tempat Woodhenge yang terletak berdekatan.
Stonehenge IIIa
Ekskavasi arkeologi menunjukkan bahwa sekitar 2600 SM, dua lengkungan bulan sabit dibuat dari lubang (dikenal sebagai lubang Q dan R) yang digali di tengah-teng ah lokasi. Lubang tersebut mengandung 80 batu biru tegak yang dibawa dari bukit Preseli, 250 batu di Wales. Batu-batu tersebut dibentuk menjadi tiang dengan teliti, kebanyakan terdiri dari batu jenis dolerite bertanda tetapi juga termasuk contoh batu rhyolite, tufa gunung berapi, dan myolite seberat 4 ton.
Pintu masuk dilebarkan pada masa ini menjadikannya selaras dengan arah matahari naik pertengahan musim panas dan matahari terbenam pertengahan musim semi masa tersebut. Monumen tersebut ditinggalkan tanpa disiapkan, sementara batu biru kelihatannya di pindah dan lubang Q dan R ditutup. Ini kemungkinan dilakukan pada masa fase Stonehenge IIIb. Monumen ini kelihatannya melebihi tempat di Avebury dari segi kepentingannya pada akhir masa ini dan Amesbury Archer, ditemukan pada tahun 2002 tiga batu ke selatan, membayangkan bagaimana Stonehenge kelihatan pada masa ini. Stonehenge IIIa dikatakan diba ngun oleh orang Beaker
Stonehenge IIIb
Pada aktivitas fase berikutnya pada akhir milenium ketiga 74 SM mendapati batu Sarsen yang besar dibawa dari kueri 20 batu di utara di lokasi Marlborough Downs. Batu-batu tersebut dikemaskan dan dibentuk dengan sambungan pasak dan ruas sebelum 30 didirikan membentuk bulatan tiang batu berukuran 30 meter diameter dengan 29 atap batu ( lintel ) di atas. Setiap bongkah batu seberat 25 ton dan jelas dibentuk dengan tujuan membuat kagum.
Batu orthostat lebar sedikit di bagian atas agar memberikan gambaran ia kelihatan lurus dari bawah ke atas sementara batu alang melengkung sedikit untuk menyambung gambaran bundar monumen lebih awal.
Di dalam bulatan ini terletak lima trili thon batu sarsen diproses dan disusun dalam bentuk ladam. Batu besar ini, sepuluh menegak dan lima batu alang, dengan berat masing-masing hingga 50 ton yang disambungkan dengan sambungan rumit. Ukiran pisau belati dan kepala kapak terdapat di sarsen. Dalam masa ini, jalan sepanjang 500 meter dibangun, menuju ke arah timur laut dari pintu masuk dan mengandung dua pasang tambak selaras yang berparit di tengahnya. Terakhir dua batu portal besar dipasangkan di pintu masuk yang kini hanya tinggal satu, Batu Penyembelihan ( Slaughter Stone ) 4,9 meter (16 kaki) panjang. Hal ini dipercayai hasil kerja kebudayaan Wessex Zaman Perunggu awal, sekitar 2000 SM.
Stonehenge IIIc
Selepasnya pada Zaman Perunggu, batu biru kelihatannya telah ditegakkan semula, dalam bulatan antara dua tiang sarsen dan juga dalam bentuk ladam di tengah, mengikuti tata layout sarsen. Walaupun ia kelihatannya satu fase kerja yang menakjubkan, pembangunan Stonehenge IIIc dibangun kurang teliti berbanding Stonehenge IIIb, batu biru yang ditegakkan kelihatannya mempunyai pondasi yang tidak kokoh dan mulai tumbang. Salah satu dari batu yang tumbang telah diberi nama yang kurang tepat sebagai Batu Penyembahan ( Altar Stone ). Dua bulatan lubang juga digali di luar bulatan batu yang dikenal sebagai lubang Y dan Z. Lubang-lubang ini tidak pernah diisi dengan batu dan pembangunan lokasi peringatan ini kelihatannya terbiarkan sekitar 1500 SM.
Stonehenge IV
Sekitar 1100 SM, jalan raya Avenue disambung sejauh lebih dari dua batu sampai ke Sungai Avon walaupun tidak jelas siapakah yang terlibat dalam kerja pembangunan tambahan ini.
Teori mengenai Stonehenge
Penelitian serius pertama dilakukan sekitar 1740 oleh William Stukeley. Stukeley keliru menyatakan bahwa lokasi ini dibangun oleh Druid, tetapi sumbangannya yang terpenting adalah mengambil gambar yang terukur mengenai lokasi Stonehenge yang membenarkan analisis yang lebih tepat tentang bentuk dan kepentingannya. Yang menunjukkan bahwa henge dan batunya disusun dalam bentuk tertentu yang mempunyai kepentingan astronomi.
Gerald Hawkins, Seorang Profesor Astronomi. Juga mengeluarkan pernyataan bahwa fungsi sesungguhnya dari Stonehenge dimasa lalu adalah sebagai Observatorium Astronomi yang canggih untuk meramalkan datangnya Gerhana Matahari ataupun Bulan (Stonehenge Decoded). Munurutnya, peletakkan setiap batu pada stonehenge mengandung kekayaan informasi untuk menunjang pernyataan tersebut.
Menurutnya, “Jika anda bisa memahami posisi pada setiap susunan batu, maka anda pasti dapat menyimpulkan mengenai kegunaan Stonehenge pada masa lalu”. Para Astronom lainnya juga menemukan siklus 56 tahun Gerhana Matahari dan Bulan dengan cara mendecode setiap batu pada Stonehenge.
Pada setiap batu tegak, merefleksikan posisi tertentu dari cahaya matahari, sehingga sangat akurat untuk menunjukkan siklus perhitungan astronomi. Sungguh hebat orang-orang zaman itu.
Bagaimana batu biru diangkut dari Wales telah banyak dibincangkan dan berdasarkan penelitian bahwa ia mungkin merupakan sebagian dari batu peringatan lebih awal di Pembrokeshire dan dibawa ke Dataran Salisbury ( Salisbury Plain ). Banyak arkeolog percaya bahwa Stonehenge merupakan percobaan mengekalkan dalam bentuk batu, bangunan papan yang bertaburan di Dataran Salisbury seperti Tembok Durrington.
Monumen ini diselaraskan timur laut - barat daya dan keutamaan diletakkan oleh pembangunnya pada titik balik matahari dan equinox sebagai contohnya, pada pertengahan pagi musim panas, matahari muncul tepat di puncak batu tumit ( Heel stone ), dan cahaya pertama matahari ke tengah Stonehenge antara dua susunan batu berbentuk ladam. Ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Matahari timbul pada arah berlainan pada permukaan geografi tempat berlainan. Untuk penyelarasan itu tepat, ia mesti diperkirakan tepat untuk garis lintang Stonehenge pada 51° 11’. Penyelarasan ini, tentunya dasar bagi reka dan bentuk dan tempat bagi Stonehenge. AlexanderThom berpendapat bahawa lokasi tersebut diatur menurut ukuran yar megalitikum.
Maka sebagian pendapat bahwa Stonehenge melambangkan tempat observatorium kuno, walaupun berapa jauh penggunaan Stonehenge untuk tujuan tersebut dipertentangkan. Sebagian pendapat pula mengemukakan teori bahwa ia melambangkan farah besar (Artikel dari the Observer), komputer atau juga lokasi pendaratan makhluk asing.
Banyak perkiraan mengenai pencapaian mesin diperlukan untuk membangun Stonehenge. Mengandaikan bahwa batu biru ini dibawa dari Wales dengan tenaga manusia dan bukannya oleh gletser sebagaimana dugaan Aubrey Burl, pelbagai cara untuk memindahkannya dengan menggunakan tali dan kayu. Pada 2001, suatu percobaan untuk mengalihkan satu batu besar sepanjang jalan darat dan laut yang mungkin dari Wales ke Stonehenge. Sukarelawan menariknya di atas luncur ( sledge ) kayu di daratan tetapi jika dipindahkan ke replika bot prasejarah, batu tersebut tenggelam diSelat Bristol.
Ukiran senjata pada sarsen adalah unik pada seni megalitikum di Kepulauan British ( British Isles ) di mana desain lebih abstrak, begitu juga batu berbentuk ladam kuda adalah luar biasa bagi kebudayaan yang mengatur batu dalam bentuk bundar. Motif tersebut biasa bagi penduduk Brittany pada masa itu dan pada dua fase Stonehenge telah dibangun di bawah pengaruh continental influence. Ini dapat menjelaskan pada satu tahap, tentang reka dan bentuk monumen, tetapi pada keseluruhannya, Stonehenge masih dapat dijelaskan dari segala konteks kebudayaan Eropa prasejarah.
Perkiraan mengenai tenaga manusia yang diperlukan untuk membangun pelbagai fase Stonehenge meletakkan jumlah keseluruhan yang terlibat atas berjuta jam manusia bekerja. Stonehenge I kemungkinan memerlukan sekitar 11.000 jam, Stonehenge II sekitar 360.000 dan pelbagai baian bagi Stonehenge III mungkin melibatkan sehingga 1.75 juta jam. Membentuk batu-batu ini diperkirakan memerlukan 20 juta jam manusia menggunakan perkakas primitif yang terdapat pada masa itu.
Mitos dan legenda
Batu Tumit ( The Heel Stone ) pada suatu masa dikenal sebagai Friar’s Heel. Cerita rakyat, yang tidak dapat dipastikan asalnya lebih awal dari abad ke tujuh belas, menceritakan asal nama batu ini.
Sebagian pendapat mendakwa Tumit Friar ( “Friar’s Heel” ) adalah perubahan nama “Freya’s He-ol” atau “Freya Sul”, dari nama Dewa Jerman Freya dan (didakwa) perkataan Welsh bagi “laluan” dan “hari matahari” menurut turutan.
Sebuah argumen yang mengejutkan tentang sejarah Stonehenge di kemukakan oleh seorang ahli Sejarah dan Topografi Irlandia, Gerald Wales. Dia menyebutkan bahwa Manusia Raksasa telah membawa batu-batu maha besar tersebut dari Afrika ke Inggris. Dari struktur geologi pada batu-batu penyusun Stonehenge sendiri memang menunjukkan bahwa batu-batu maha besar itu bukanlah berasal dari wilayah Eropa, karena strukturnya sangat berbeda, namun mirip dengan batu-batuan dari wilayah Afrika.
Stonehenge juga dikaitkan dengan legenda Raja Arthur. Geoffrey dari Monmouth berkata bahwa tukang sihir Merlin telah melakukan pemindahan Stonehenge dari Irlandia, di mana ia telah dibangun di Gunung Killaraus oleh raksasa yang membawa batu-batu tersebut dari Afrika.
Jika Manusia raksasa itu memang ada, seperti yang kita ketahui, pembangunan The Great Pyramid Giza Mesir, katanya juga ada sangkut pautnya dengan para Manusia Raksasa. Bagaimana cara mereka membawa batu-batu berat tersebut? Mungkin hal ini dimungkinkan jika Manusia Raksasa dengan tinggi 7-10 meter yang mengangkut sekaligus menyusun bebatuan tersebut.•
(Berbagai sumber)
Baca selengkapnya...

Belajar Lewat DVD Tak Efektif Buat Anak

California, Orangtua sering membelikan anaknya DVD untuk membantunya belajar mengenal huruf atau angka. Namun laporan yang muncul justru menunjukkan tidak adanya tanda-tanda peningkatan kemampuan belajar pada anak lewat cara itu.

Anak-anak usia 12-24 bulan yang belajar melalui video pendidikan,secara keseluruhan tidak menunjukkan bukti adanya peningkatan pembelajarannya dalam hal bahasa atau kata-kata. Hasil ini dilaporkan dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine.

Anak di bawah 2 tahun setiap harinya bisa menghabiskan waktu sekitar 2 jam berada di depan televisi. Rata-rata anak ini menonton program yang dirancang untuk kelompok usia 6 bulan. Produsen mengklaim bahwa media ini bisa mengarahkan anak-anak untuk belajar mengenai kosa kata, tapi hal ini belum terbukti.

Rebekah A. Richert, Ph.D dan rekannya dari University of California, Riverside menganalisa kemampuan kosakata dari 96 anak usia 12-24 bulan.

Anak-anak itu diuji mengenai pengukuran kosakata serta perkembangannya secara umum dan pengasuhnya juga ditanya mengenai perkembangan anak-anaknya sebelum dan sesudah menonton video pendidikan. Setengah dari anak-anak ini diberi DVD pendidikan untuk ditonton di rumah.

Setelah dilakukan tes selama 6 minggu, peneliti tidak menemukan bukti adanya peningkatan pembelajaran pada anak yang diberikan video pendidikan. Tapi didapatkan data bahwa anak yang menonton video pada usia terlalu dini justru memiliki skor lebih rendah dalam hal pengetahuan kosakata.

Diduga keterlambatan perkembangan bahasa anak yang menonton DVD karena hanya terjadi komunikasi satu arah saja yaitu anak hanya mendengar dan melihat.

Sedangkan yang dibutuhkan oleh anak dalam tahap perkembangannya adalah komunikasi dua arah yang bisa mendorong anak untuk berlatih mengucapkan kosa kata tersebut.

Jika menonton video saja, sangat kecil bayi ikut terlibat mengucapkan dan mengingat kosa kata sehingga tidak mungkin bisa meningkatkan perkembangan bahasanya. Tetap saja diperlukan pengasuh yang membantu anak mempelajari kata-kata tersebut.

"Kami menyimpulkan bahwa orangtua, praktisi dan pembuat program juga mempertimbangkan berbagai faktor kognitif yang berkaitan dengan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran bisa sesuai dengan yang diharapkan," ujar penulis, seperti dikutip dari ScienceDaily, Jumat (5/3/2010).

Anak-anak usia tersebut masih butuh mengembangkan kemampuan untuk dapat membedakan banyak hal dan pemahamannya terhadap simbol-simbol tertentu. Karena itu peran orangtua dan pengasuh tetap diperlukan untuk perkembangan anak, serta jangan membiarkan anak belajar sendiri hanya melalui video pendidikan saja.

Penelitian ini sebenarnya tidak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jean Gross yang menemukan bahwa sebesar tiga persen dari bayi yang memiliki masalah kesulitan bicara disebabkan karena terlau banyak menonton televisi.

Sumber : Vera Farah Bararah - detikHealth

Baca selengkapnya...

Penemuan Roda Kereta Firaun di Laut Merah

Masih ingat dengan kisah mukjizat Nabi Musa yang membelah laut merah dengan tongkatnya? Jika salah satu diantara anda menganggap kisah tersebut hanya merupakan dongeng belaka, sekarang mari kita simak tulisan dibawah ini.
Seorang Arkeolog bernama Ron Wyatt (lihat di http://www.wyattmuseum.com/ron-wyatt.htm) pada akhir tahun 1988 silam mengklaim bahwa dirinya telah menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur kuno didasar laut merah.
Menurutnya, mungkin ini merupakan bangkai kereta tempur Firaun yang tenggelam dilautan tersebut saat digunakan untuk mengejar Musa bersama para pengikutnya.
Menurut pengakuannya, selain menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur berkuda, Wyatt bersama para krunya juga menemukan beberapa tulang manusia dan tulang kuda ditempat yang sama.
Temuan ini tentunya semakin memperkuat dugaan bahwa sisa-sisa tulang belulang itu merupakan bagian dari kerangka para bala tentara Fir'aun yang tenggelam di laut Merah.
Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan, memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun silam. Dimana menurut sejarah, kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama.
Selain itu, ada suatu benda menarik yang juga berhasil ditemukan, yaitu poros roda dari salah satu kereta kuda yang kini keseluruhannya telah tertutup oleh batu karang, sehingga untuk saat ini bentuk aslinya sangat sulit untuk dilihat secara jelas.
Mungkin Allah sengaja melindungi benda ini untuk menunjukkan kepada kita semua bahwa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi-nabiNya merupakan suatu hal yang nyata dan bukan merupakan cerita karangan belaka.
Diantara beberapa bangkai kereta tadi, ditemukan pula sebuah roda dengan 4 buah jeruji yang terbuat dari emas. Sepertinya, inilah sisa dari roda kereta kuda yang ditunggangi oleh Firaun. (Sumber:wyattmuseum.com)


Baca selengkapnya...

Peristiwa Penting dalam Gereja setelah Wafatnya Kristus

33 M Peristiwa Pantekosta pertama, turunnya Roh Kudus ke atas para rasul. Santo Petrus berkhotbah di Yerusalem; 3000 orang dibaptis menjadi komunitas Kristen yang pertama. Santo Stefanus, deakon, dirajam dengan batu sampai mati di Yerusalem. Dia dihormati sebagai martir Kristen yang pertama.
34 M Santo Paulus, yang sebelumnya dikenal sebagai Saulus, penindas umat Kristen, bertobat dan dibaptis. Setelah tiga tahun hidup sendirian di gurun, dia bergabung dengan kelompok para Rasul. Dia melakukan tiga perjalanan misionaris utama dan dikenal sebagai Rasul bagi kaum non-Yahudi. Dia dipenjarakan dua kali di Roma dan dipenggal disana antara tahun 64-67.
39 M Kornelius, orang Yunani, dan keluarganya dibaptis oleh Santo Petrus, sebuah kejadian penting yang melambangkan misi Gereja kepada segenap manusia.
42 M Penindasan umat Kristen di Palestina terjadi pada pemerintahan raja Herodes Agrippa. Santo Yakobus bin Zebedeus, rasul pertama yang terbunuh menjadi martir, dipenggal kepalanya pada tahun 44. Santo Petrus dipenjarakan untuk beberapa waktu. Banyak umat Kristen melarikan diri ke Antiokia, menandakan awal dari penyebaran Kristen melampaui batas-batas wilayah Palestina. Di Antiokia, para pengikut Kristus untuk pertama kalinya disebut dengan sebutan Kristen.
49 M Umat Kristen di Roma, yang waktu itu dianggap sebagai bagian dari sekte Yahudi, sangat terpukul oleh dekrit yang dikeluarkan oleh kaisar Claudius yang isinya melarang ibadat Yahudi di sana.
51 M Konsili Yerusalem, dimana semua Rasul hadir dibawah pimpinan Santo Petrus, menyatakan bahwa sunat, aturan makanan, dan berbagai peraturan hukum Musa tidak diharuskan bagi kaum non-Yahudi yang menjadi Kristen. Dekrit yang penting ini dikeluarkan sebagai reaksi atas kaum Yahudi-Kristen yang memaksa bahwa umat Kristen harus mengikuti aturan hukum Musa untuk diselamatkan.
64 M Penindasan dimulai di Roma dibawah caesar Nero, dimana sang caesar memulai kebakaran yang menghanguskan setengah kota Roma, lantas memfitnah umat Kristen.
64 - 67 M Santo Petrus wafat sebagai martir di kota Roma selama penindasan oleh Nero. Dia mendirikan keuskupan di sana dan menghabiskan tahun-tahun terakhirnya disana setelah berkhotbah di Yerusalem, mendirikan keuskupan di Antiokia, dan memimpin Konsili Yerusalem.
70 Penghancuran kota Yerusalem oleh Titus
88 - 97 Masa jabatan Paus Santo Clement I, penerus ketiga setelah Petrus sebagai Uskup Roma. Beliau adalah salah satu Bapa Apostolik Gereja. Surat Pertama kepada umat di Korintus, ditulis oleh Gereja di Roma kepada Gereja di Korintus, untuk menyelesaikan persengketaan penyingkiran Uskup yang sah di Korintus. Caesar Domitian menindas umat Kristen, terutama di kota Roma.
100 Wafatnya Santo Yohanes, Rasul dan Evangelis, menandai berakhirnya jaman Para Rasul dan generasi pertama Gereja. Pada akhir abad tersebut, Antiokia, Alexandria, Efesus di Timur, dan Roma di Barat, semuanya telah merupakan pusat populasi Kristen dan pengaruh Kristen.
107 Santo Ignatius dari Antiokia menjadi martir di Roma. Dia adalah penulis Kristen pertama yang menggunakan kata "Gereja Katolik"
112 Caesar Trajan, dalam jawabannya terhadap Pliny, gubernur wilayah Bithynia, memerintahkannya untuk tidak mengejar umat Kristen, tetapi menghukum mereka jika mereka menolak untuk menghormati dewa-dewa Romawi di hadapan umum. Jawaban resmi ini menjadi standar perlakuan magistrat Romawi dalam berurusan dengan umat Kristen.
117-138 Penindasan dibawah kaisar Hadrian. Banyak dari Kisah-kisah para martir berasal dari periode ini.
125 Penyebaran ajaran Gnostikisme, suatu kombinasi dari ajaran filosofi Plato dan agama-agama misterius dari Timur. Para pengikutnya mengaku bahwa prinsip-prinsip pengetahuan yang rahasia memberikan pemahaman yang lebih mendalam dibandingkan dengan wahyu Ilahi dan iman. Salah satu tema Gnostik, menyangkal ke-Allah-an Yesus, sementara yang lainnya menyangkal kemanusiaan Yesus, dan menganggapnya hanya penampilan belaka. (Docetisme, Fantasiaisme)
144 Pengucilan Marcion, uskup dan penyeleweng ajaran iman, yang mengaku bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama sekali bertolak belakang dan tidak berhubungan sama sekali, dan bahwa tidak ada hubungan antara Allah orang Yahudi dan Allah orang Kristen, dan bahwa Kanon Alkitab hanya terdiri dari sebagian Injil Lukas dan 10 surat-surat Santo Paulus. Marcionisme berhasil diatasi oleh Roma pada tahun 200 dan dikutuk oleh konsili di Roma pada tahun 260, tetapi penyelewengan ini masih muncul hingga beberapa abad di wilayah Timur dan masih punya pengikut hingga Abad Pertengahan.
155 Santo Polycarp, Uskup Smyrna dan murid Santo Yohanes Penginjil, wafat sebagai martir.
156 Mulai munculnya Montanisme, semacam ekstrimisme religius. Ajaran-ajarannya terutama adalah kedatangan Yesus yang kedua kalinya, penyangkalan terhadap kekudusan Gereja dan kuasa untuk mengampuni dosa, dan moralitas religius yang berlebihan. Penyelewengan ini yang dipimpin oleh Montanus dari Phrygia dan yang lain-lain, dikutuk oleh Paus Santo Zephyrinus (199-217)
161-180 Masa pemerintahan Marcus Aurelius. Penindasan olehnya yang dimulai setelah terjadinya bencana-bencana alam, lebi kejam dibanding para pendahulunya.
165 Santo Justinus, salah satu penulis penting Gereja perdana, menjadi martir di Roma.
180 Santo Irenaeus, Uskup Lyons dan salah satu teolog besar masa itu, menulis Adversus Haereses (Melawan Para Penyeleweng/kaum heretiks). Dia menyatakan bahwa ajaran dan tradisi oleh Tahta Roma adalah standar bagi kepercayaan Kristen.
196 Kontroversi menyangkut tanggal perayaan Paskah - hari Minggu, menurut tradisi Barat, atau tanggal 14 dari bulan Nisan (dalam kalender Yahudi), tidak peduli hari apa, sesuai praktek di Timur. Kontroversi ini tidak selesai pada saat itu. Didache, adalah rekaman penting kepercayaan Kristen, praktek ibadat dan pemerintahan, pada abad pertama. Bahasa Latin diperkenalkan sebagai salah satu bahasa liturgi di Barat. Bahasa-bahasa liturgi lainnya adalah Aram dan Yunani. Sekolah Katekis Alexandria, didirikan di pertengahan abad kedua, memperluas pengaruhnya menyangkut pelajaran doktrin dan instruksi dan interpretasi/penafsiran Alkitab.
202 Penindasan terhadap umat Kristen oleh kaisar Septimius Severus yang ingin mendirikan satu agama sederhana yang sama di seluruh wilayah kekaisaran.
206 Tertulianus, yang masuk agama Katolik sejak tahun 197 dan merupakan penulis Gerejawi besar yang pertama dari tradisi Latin, bergabung dengan kaum pembangkang Montanis. Dia meninggal pada tahun 230
215 Meninggalnya Santo Clement dari Alexandria, guru dari Origen dan bapa pendiri sekolah teologi Alexandria.
217-235 Santo Hippolytus, sang anti-paus pertama. Dia bersatu kembali dengan Gereja sewaktu berada dalam penjara selama penindasan tahun 235.
232-254 Origen mendirikan Sekolah Teologi di Kaisarea setelah mengalami pembuangan di tahun 231 sebagai kepala sekolah Alexandria. Dia meninggal di tahun 254. Dia adalah seorang pakar dan penulis yang menghasilkan banyak karya tulis. Dia adalah salah seorang pendiri teologi sistematik dan membawa pengaruh yang luas selama waktu yang lama.
242 Manicaeisme muncul di Persia, adalah kombinasi beberapa kesalahan ajaran yang berasumsi bahwa dua prinsip utama (kebaikan dan kejahatan) bekerja dalam karya penciptaan dan kehidupan, dan bahwa tujuan utama dari perjalanan manusia adalah pembebasan dari kejahatan (materi). Ajaran ini menyangkal kemanusiaan Kristus, sistem sakramental, otoritas Gereja (dan negara), dan mendukung suatu tata moral yang mengancam ketentraman sosial. Pada abad ke-12 dan ke-13, ajaran ini muncul kembali sebagai Albigensianisme dan Katharisme.
249-251 Penindasan oleh Decius. Banyak diantara orang-orang yang murtad selama penindasan, memohon untuk diterima kembali oleh Gereja pada tahun 251. Sri Paus Santo Kornelius setuju dengan Santo Cyprianus bahwa kaum lapsi (orang-orang yang murtad) ini diterima kembali kedalam Gereja setelah memenuhi persyaratan penitensi yang telah ditentukan. Dilain pihak, anti-paus Novatianus bersikeras bahwa orang-orang yang murtad dari Gereja selama penindasan dan/atau mereka yang bersalah atas dosa berat setelah pembaptisan tidak dapat dimaafkan dan diterima kembali dalam persekutuan dengan Gereja. Ajaran salah ini ditolak keras oleh Synod Romawi pada tahun 251.
250-300 Neo-Platonisme oleh Plotinus dan Porphyry bertambah pendukungnya
251 Novatianus, sang anti-paus, dikecam di Roma.
256 Sri Paus Santo Stefanus I menerima validitas pembaptisan yang dilakukan secara sebagaimana mestinya, meskipun dilakukan oleh kaum penyeleweng Gereja, dalam dokumen Kontroversi Pembaptisan-ulang.
257 Penindasan terhadap umat Kristen oleh kaisar Valerianus, yang berusaha menghancurkan Gereja sebagai suatu struktur sosial.
258 Santo Cyprianus, Uskup Kartago, menjadi martir.
260 Santo Lucianus mendirikan Sekolah Teologi Antiokia, sebuah pusat studi Alkitab yang berpengaruh. Sri Paus Santo Dionisius mengecam Sabellianisme, yang serupa dengan Modalisme (seperti juga Monarchianisme dan Patripassianisme). Ajaran sesat ini menyatakan bahwa Bapa, Putera, dan Roh Kudus bukanlah personifikasi Allah yang berbeda, tetapi adalah tiga mode dan manifestasi-diri oleh Allah yang satu. Santo Paulus dari Thebes menjadi pertapa.
261 Gallienus mengeluarkan dekrit toleransi yang mengakhiri secara umum penindasan yang berlangsung selama 40 tahun.
292 Diocletianus membagi Kekaisaran Romawi menjadi Timur dan Barat. Pembagian tersebut memperkuat perbedaan-perbedaan politik, kultur, dan lain-lainnya antara dua bagian Kekaisaran dan selanjutnya mempengaruhi perkembangan yang berbeda dalam Gereja di Timur dan di Barat. Prestise Roma mulai menurun.
303 Penindasan dilanjutkan oleh Diocletianus. Penindasan ini mencapai puncaknya pada tahun 304.
305 Santo Antonius dari Heracles mendirikan yayasan bagi para biarawan-pertapa di dekat Laut Merah, Mesir.
306 Peraturan lokal yang pertama menyangkut hidup selibat religius diberlakukan oleh sebuah konsili yang dilaksanakan di Elvira, Spanyol. Para uskup, imam, deakon dan para pelayan lainnya dilarang untuk memiliki istri.
311 Suatu dekrit toleransi dikeluarkan oleh Galerius atas desakan Konstantinus Agung dan Licinius secara resmi mengakhiri penindasan terhadap umat Kristen di Barat. Masih terjadi penindasan di wilayah Timur.
313 Dekrit Milan dikeluarkan oleh Konstantinus dan Licinius, mengakui agama Kristen sebagai agama yang sah dalam wilayah kekaisaran Romawi.
314 Suatu konsili di Arles mengutuk Donatisme, dan menyatakan bahwa pembaptisan yang dilakukan oleh para penyeleweng Gereja sebagai sah, dengan pertimbangan pada prinsip sakramen yang mendapatkan efektivitasnya dari Kristus, bukan dari kondisi spiritual sang pelayan iman. Ajaran sesat ini (Donatisme) kembali dikutuk oleh konsili yang dilaksanakan di Kartago pada tahun 411.
318 Santo Pachomius mendirikan dasar pertama dari hidup senobis (bersama), kebalikan dari hidup soliter para pertapa di wilayah Mesir utara.
325 Konsili Ekumenikal Nikea I. Keputusannya yang terutama adalah pengutukan terhadap ajaran Arianisme, salah satu ajaran sesat yang paling membahayakan Gereja, yaitu yang menyangkal ke-Allahan Yesus. Heresi ini ditimbulkan oleh Arius dari Alexandria, seorang imam. Kaum Arian dan beberapa variasinya mempropagandakan ajaran mereka secara luas dan mendirikan hirarki gerejawi sendiri dan menimbulkan kegoncangan di dalam Gereja selama beberapa abad. Konsili ini turut berperan dalam formulasi Kredo Nikea (Syahadat Nikea-Konstantinopel). Hasil-hasil lainnya dari konsili Nikea I adalah tanggal perayaan Paskah yang tetap (tidak berubah-ubah), dan dikeluarkannya peraturan-peraturan disiplin untuk para imam, dan mengadopsi pemisahan sipil wilayah kekaisaran sebagai model bagi organisasi yurisdiksi dalam tubuh Gereja.
326 Dengan dukungan dari Santa Helena, ibunda kaisar Konstantinus, Salib Benar yang digunakan untuk menyalibkan Kristus ditemukan.
337 Peristiwa pembaptisan dan wafatnya kaisar Konstantinus.
342 Dimulainya masa penindasan 40 tahun di wilayah Persia.
343-344 Konsili Sardica menguatkan doktrin yang diformulasikan oleh konsili Nikea I dan juga menyatakan bahwa para Uskup memiliki hak petisi kepada Sri Paus sebagai otoritas tertinggi dalam Gereja.
361-363 Kaisar Julianus yang murtad, melancarkan kampanye yang gagal melawan Gereja dalam usahanya untuk mengembalikan paganisme sebagai agama resmi kekaisaran.
365 Penindasan terhadap kaum Kristen ortodoks oleh Kaisar Valens di wilayah Timur.
376 Permulaan invasi oleh kaum barbar di wilayah Barat.
379 Wafatnya Santo Basil, Bapa Monastisisme (hidup membiara) di Timur. Tulisan-tulisannya memberi sumbangan besar bagi perkembangan tata aturan hidup kaum religius.
381 Konsili Ekumenikal Konstantinopel I. Konsili ini mengecam berbagai variasi Arianisme, termasuk juga Macedonianisme, yang menyangkal ke-Allahan Roh Kudus. Konsili ini turut berperan dalam formulasi Kredo Nikea, menyetujui suatu kanon yang mengakui Konstantinopel sebagai Tahta kedua setelah Roma dalam hal wibawa dan kehormatan.
382 Penentuan Kanon Kitab Suci, yaitu daftar resmi kitab-kitab yang dinyatakan sebagai wahyu Allah dalam Alkitab, dalam Dekrit Sri Paus Santo Damasus dan dipublikasikan oleh Konsili regional di Kartago pada tahun 397. Kanon tersebut didefinisikan secara resmi oleh Konsili Trente pada abad ke-16.
382-406 Santo Yeremia menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin. Hasil karyanya disebut sebagai Alkitab versi Vulgata.
410 Kaum Visigoth dibawah pimpinan Alaric memporak-porandakan kota Roma. Bala-tentara Romawi yang terakhir meninggalkan wilayah Inggris. Menurunnya kekaisaran Romawi kira-kira sejak masa ini.
430 Wafatnya Santo Agustinus yang menjabat sebagai Uskup Hippo selama 35 tahun. Dia adalah pendukung kuat doktrin-doktrin yang ortodoks terhadap Manicaeisme, Donatisme, Pelagianisme. Tulisan-tulisannya yang mendalam dan meliputi aspek yang luas membuatnya sebagai pengaruh yang dominan dalam pemikiran Kristen selama berabad-abad.
431 Konsili Ekumenikal Efesus. Konsili ini mengutuk Nestorianisme, ajaran sesat yang menyangkal persatuan sifat keAllahan dan kemanusiaan dalam Kristus. Konsili ini mendefinisikan gelar Maria sebagai Theotokos (Pembawa Allah), juga gelar Bunda Putera Allah yang menjadi Manusia, dan mengutuk Pelagianisme. Ajaran sesat Pelagianisme, bermula dari asumsi bahwa Adam memiliki hak alami terhadap hidup supernatural, berpegang bahwa manusia bisa mendapatkan penyelamatan lewat usaha-usaha dari kekuatannya yang alami dan kehendak bebas. Ajaran ini meliputi kesalahan terhadap pemahaman dosa asa, makna dari rahmat dan hal-hal lainnya. Variasi ajaran Pelagianisme lainnya juga dikutuk oleh sebuah konsili di Orange pada tahun 529.
432 Santo Patrick tiba di Irlandia. Pada saat wafatnya di tahun 461, nyaris seluruh negeri itu telah memeluk Katolik, didirikannya banyak biara-biara dan terbentuknya hirarki Gereja di sana.
438 Peraturan Theodosian, suatu kompilasi dekrit-dekrit bagi kekaisaran, yang dikeluarkan oleh Theodosius II. Peraturan ini membawa pengaruh besar bagi perundang-undangan sipil dan gereja.
451 Konsili Ekumenikal Kalsedon. Keputusan utamanya yaitu pengutukan ajaran sesat Monofisit (yang juga disebut Eutisianisme), yang menyangkal kemanusiaan Kristus dengan berpegang bahwa Yesus hanya memiliki satu sifat, yaitu keAllahannya.
452 Sri Paus Santo Leo Agung membujuk Atilla pemimpin orang-orang Hun untuk membiarkan kota Roma.
455 Kaum gerombolan penyerang dibawah pimpinan Geiseric memporak-porandakan kota Roma.
484 Patriark Acacius dari Konstantinopel di-ekskomunikasi setelah dia menanda-tangani Henoticon, suatu dokumen yang berisi pengakuan (kapitulasi) terhadap ajaran sesat Monofisit. Ekskomunikasi ini memicu Skisma Acacian yang berlangsung selama 35 tahun.
494 Sri Paus Santo Gelasius I menyatakan dalam suratnya kepada Kaisar Anastasius bahwa seorang Paus memiliki kuasa dan otoritas melebihi seorang kaisar dalam hal-hal spiritual.
496 Clovis, Raja Franks, memeluk agama Katolik dan menjadi pembela Kristen di wilayah Barat. Rakyat Franks menjadi pemeluk Katolik.
520 Biara-biara di Irlandia berkembang pesat sebagai pusat kehidupan spiritual, pelatihan para misionaris, dan kegiatan akademis lainnya.
529 Konsili Orange II mengutuk semi-Pelagianisme.
529 Santo Benediktus mendirikan Biara Monte Cassino. Beberapa tahun sebelum ia wafat di tahun 543 dia menulis peraturan hidup membiara yang membawa pengaruh besar dalam pembentukan formasi dan tata-cara kehidupan religius. Dia dipanggil sebagai Bapa Monastisisme (kehidupan membiara) dari Barat.
533 Yohanes II menjadi Paus pertama yang mengganti namanya. Praktek ini tidak menjadi tradisi sampai masa Sergius IV (tahun 1009).
533-534 Kaisar Justinianus mewartakan Corpus Iuris Civilis kepada seluruh Romawi. Seperti juga perundangan Theodosian, perundangan ini selanjutnya juga mempengaruhi hukum sipil dan gereja.
545 Wafatnya Dionisius Exiguus yang merupakan orang pertama yang melakukan penanggalan sejarah sejak kelahiran Kristus, yang nantinya menghasilkan penggunaan singkatan BC (sebelum Kristus) dan AD (sesudah Kristus). Perhitungannya setidaknya telat 4 tahun.
553 Konsili Ekumenikal Konstantinopel II. Konsili ini mengutuk Tiga Pasal, suatu tulisan yang berbau ajaran sesat Nestorianisme, oleh Theodore dari Mopsuestia, Theodoret dari Sirus dan Ibas dari Edessa.
585 Santo Columban mendirikan sebuah sekolah biara yang berpengaruh di Luxeuil.
589 Konsili Toledo, satu yang terpenting diantara beberapa konsili yang diadakan disana. Kaum Visigoth menolak Arianisme dan Santo Leander mulai pengorganisasian Gereja di Spanyol.
590-604 Masa jabatan Sri Paus Santo Gregorius I Agung. Dia menetapkan format dan gaya kepausan yang terus bertahan hingga abad pertengahan. Dia membawa pengaruh yang besar terhadap doktrin dan liturgi. Dia juga adalah pendukung berat disiplin kehidupan membiara dan selibat religius. Tulisannya yang banyak mencakup banyak topik. Lagu Gregorian disebut demikian sebagai penghormatan terhadapnya.
597 Wafatnya Santo Columba. Dia mendirikan sebuah biara penting di Iona, mendirikan banyak sekolah-sekolah dan melakukan karya misionaris yang menonjol di Skotlandia. Pada akhir abad itu, biara-biara bagi kaum wanita sudah banyak terdapat. Monastisisme di Barat berkembang pesat sementara monastisisme di Timur, dibawah pengaruh Monofisit dan faktor-faktor lainnya, mulai kehilangan semangatnya.
613 Santo Columban mendirikan biara yang berpengaruh di Bobbio di Italia utara. Dia meninggal disana pada tahun 615.
622 Perjalanan Muhammad dari Mekah ke Media menandai awal mula Islam, yang menjelang akhir abad itu telah meliputi nyaris seluruh wilayah selatan Timur Tengah.
628 Heraclius, Kaisar Romawi Timur, merebut Salib Benar dari orang-orang Persia.
649 Konsili Lateran mengutuk dua rancangan (Ecthesis dan Type) yang dikeluarkan oleh kaisar Heraclius dan Konstans II sebagai cara untuk menyatukan kaum Monofisit dengan Gereja.
664 Tindakan-tindakan Sinod Whitby mendorong pemakaian tradisi Latin di wilayah Inggris, terutama menyangkut perayaan Paskah.
680-681 Konsili Ekumenikal Konstantinopel III. Konsili ini mengutuk Monotelitisme, yang menyatakan bahwa Kristus hanya memiliki satu kehendak, ke-Allahannya. Konsili juga mengkritik Sri Paus Honorius I atas suratnya kepada Sergius, Uskup Konstantinopel, dimana dia membuat pernyataan yang kurang jelas, tetapi bukan suatu pernyataan yang sifatnya infalibel, tentang kesatuan kehendak/karya dalam Kristus.
692 Sinod Trullan. Penetapan disiplin selibat religius dalam Gereja Timur yang membolehkan perkawinan sebelum pentahbisan menjadi deakonat, tetapi melarang perkawinan setelah meninggalnya istri yang bersangkutan. Kanon-kanon anti-Roma turut menyumbang munculnya jurang pemisah antara Timur-Barat. Selama abad ini, pengaruh monastisisme Irlandia dan Inggris bertambah besar di Eropa Barat. Sekolah-sekolah dan pengajaran berkurang. Peraturan-peraturan menyangkut hidup selibat menjadi diperketat di Timur.
711 Kaum Muslim menduduki wilayah Spanyol
726 Kaisar Leo III - orang Isauria - melancarkan kampanye melarang penghormatan terhadap gambar/patung religius dan relikwi. Tindakan ini disebut ikonolasma (penghancuran rupa) dan mengakibatkan timbulnya kekacauan di Timur sampai sekitar tahun 843
731 Sri Paus Gregorius III dan sebuah sinod di Roma mengutuk ikonoklasma, dengan sebuah pernyataan bahwa penghormatan gambar/patung religius sesuai dengan tradisi Katolik
732 Charles Martel mengalahkan pasukan Muslim di Poitiers, dan menghambat majunya pasukan mereka di Barat.
744 Biara Fulda didirikan oleh St.Sturmi, seorang murid Santo Bonifacius. Biara ini sangat berpengaruh dalam evangelisasi di Jerman.
754 Suatu konsili yang didukung oleh 300 uskup-uskup Bizantium mendukung bidaah ikonoklasma. Konsili ini dan keputusannya dikutuk oleh sinod Lateran pada tahun 769. Stephen II (III) dimahkotai sebagai pemimpin Pepin dari kaum Franks. Pepin dua kali menginvasi Italia di tahun 754 dan 756, untuk membela Sri Paus terhadap serangan orang-orang Lombard. Dia menghadiahkan tanah kepada kepausan yang disebut Sumbangan Pepin, dan nantinya diperluas oleh Charlemagne (773) dan menjadi bagian dari negara-Gereja
755 Santo Bonifacius (Windrid) menjadi martir. Dia disebut sebagai Rasul dari Jerman karena karya misionarisnya dan pengorganisasian dari hirarki gereja disana.
781 Alcuin dipilih oleh Charlemagne untuk mengorganisasikan sebuah sekolah istana yang menjadi pusat kepemimpinan intelektual
787 Konsili Ekumenikal Nikea II. Konsili ini mengutuk bidaah ikonoklasma - yang menuduh penghormatan terhadap gambar religius sebagai tindakan penyembahan berhala - juga mengutuk bidaah Adopsionisme yang menyatakan bahwa Kristus bukan Putera Allah secara alami, tetapi melalui adopsi. Konsili ini adalah konsili terakhir yang dianggap ekumenikal oleh Gereja Ortodoks.
792 Konsili di Ratisbon mengutuk bidaah Adopsionisme.
800 Charlemagne dimahkotai sebagai kaisar oleh Sri Paus Leo III pada hari Natal. Egbert menjadi raja Sakson Barat. Dia mempersatukan Inggris dan memperkuat Tahta Canterburry.
813 Kaisar Leo V, orang Armenia, membangkitkan kembali bidaah ikonoklasma, yang bertahan hingga tahun 843
814 Kaisar Charlemagne wafat.
843 Perjanjian Verdun membagi kerajaan Franks bagi tiga cucu-cucu laki-laki Charlemagne.
844 Kontroversi Ekaristi yang melibatkan tulisan-tulisan St.Paskasius Radbertus, Ratramnus dan Rabanus Maurus mendorong perkembangan terminologi menyangkut doktrin Kehadiran Sejati.
846 Pasukan Muslim menginvasi Italia dan menyerang kota Roma.
848 Konsili Mainz mengutuk Gottshalk atas ajaran bidaah mengenai predestinasi. Gottschalk juga dikecam oleh Konsli Quierzy tahun 853.
857 Photius menggeser keduduk Ignatius sebagai Patriarck Konstantinopel. Ini menandai awal mula Skisma Photius, suatu keadaan yang tidak menentu antara hubungan Timur-Barat yang belum diklarifikasi lewat riset historis. Photius, orang yang hebat, wafat tahun 891.
865 Santo Ansgar, rasul bagi Skandinavia, wafat.
869 Santo Siril wafat dan saudaranya Santo Metodius (wafat 885) diangkat sebagai uskup. Rasul-rasul bagi Skandinavia membuat suatu sistem alfabet dan menterjemahkan Injil dan liturgi kedalam bahasa Slavia.
869-870 Konsili Ekumenikal Konstantinopel IV. Konsili ini mengeluarkan kecaman kedua terhadap Ikonoklasma, dan mengecam dan menggulingkan Photius dari kedudukan sebagai Patriark Konstantinopel dan mengembalikan Ignatius sebagai Patriark. Ini adalah konsili ekumenikal terakhir yang diadakan di Timur. Pertama kali disebut ekumenikal oleh para kanonis menjelang akhir abad ke-11.
871-900 Masa pemerintahan Alfred Agung, satu-satunya raja Inggris yang pernah diurapi oleh seorang Paus di Roma.


Baca selengkapnya...

Palu Sudah di Ketuk

Gendang sudah dibunyikan
Sangkakala mengaung membelah langit
Tujuh Maklumat dibuka
Palu maut disiapkan
Murka dinyatakan

Pesakitan berlindung dibalik ratap tangis
Harapkan belas kasih dalam doa

Hukuman dijatuhkan
Bukan kehendak takdir

Ketakutan datang
Mengetuk pintu tobat
Seribu ampun seribu sesal
Meratap dalam rintihan dan isak tangis
Namun palu sudah diketuk….

Jakarta, 11 April 2006
Constantinus Dhani


Baca selengkapnya...

Mengintip Kebenaran Ramalan Prabu Jayabaya

"Jika sebuah bangsa hanya memperhatikan harta, mengabaikan cita-cita, maka bangsa itu bukanlah bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan cita-cita, memelihara jiwa sekaligus raganya. Tetapi harta bukanlah yang utama. Sebab bukanlah harta yang memerdekakan bangsa dan rakyat kita, melainkan jiwa, sekali lagi jiwa kita yang membaja, semangat kita yang membara yang membawa kita semua ke dalam kemerdekaan, maka Bangunlah Jiwa Rakyat Indonesia,Bangunlah Badannya untuk Indonesia Jaya"
Demikianlah pesan gaib Bung Karno yang disampaikan kepada Kusumo Lelono, seperti yang ditulisnya dalam ‘Satrio Piningit' (Gramedia Pustaka Utama/1999). Menurut Lelono, Bung Karno menggunakan kepercayaan masyarakat akan ramalan Prabu Jayabaya untuk membangkitkan semangat keberanian yang tinggi di kalangan rakyat pada massa perjuangan. Jadi tidak heran, jika hingga kini getar suara Bung Karno itu masih terasa di denyut nadi perjuangan kita, dan sosoknya pun seperti masih bernyawa.
Menurut Lelono, berdasarkan manuskrip kuno Ramalan Prabu Jayabaya, seorang raja yang pernah tercatat memerintah kerajaan kediri pada abad ke-12 (1137-1159) bahwa saat ini Indonesia sedang berada dalam masa antara akhir zaman Kalabendu dan sedang menanti kehadiran zaman Kalasuba.
Di Zaman Kalabendu, di kisahkan bahwa Pada masa pemerintahan raja Hartati - yang menjadi tujuan utamanya hanyalah harta benda - terjadi istana kembar Pajang dan Mataram. Persembahan rakyat beraneka ragam: ada emas-perak, beras, padi, dan lain sebagainya. Semakin lama pajak yang ditanggung oleh rakyat semakin berat, berupa senjata, hewan peliharaan, dan lain sebagainya. Negara semakin rusak, tiada lagi keadilan, karena para pembesar berlaku menyimpang, rakyat kecil tidak menghargai. Yang memimpin tak memiliki keadilan karena tiada memegang wahyu. Banyak wahyu setan, yang tidak karuan.
Kaum hawa kehilangan rasa malu, tiada memiliki rasa rindu kepada anak-anak dan saudaranya. Tidak ada berita benar, banyak kemelaratan, sering terjadi kerusuhan, orang pandai dan bijaksana tersingkir, perbuatan jahat meraja lela, yang berlaku kurang ajar mendapatkan posisi, tidak dapat diberi peringatan, banyak pencuri beraksi di jalanan, sering terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, hujan abu dan gempa bumi, kacau balau, hujan salah musim, perang rusuh di mana-mana tanpa musuh yang jelas.
Selanjutnya pada Zaman Kalasuba, diramalkan saat itu telah dekat dengan akhir zaman Kalabendu. Pemerintahan jatuh karena sang pemimpin bertengkar dengan madunya, muncullah zaman kemuliaan. Saat itu ‘pulau jawa' (baca: Indonesia) sejahtera, semua kerusakan dunia musnah dengan munculnya pemimpin gaib, yakni keturunan ulama yang disebut Ratu Amisan karena kondisinya yang hina dan papa, memegang tampuk kekuasaan tanpa syrat, bertindak bijaksana. Beristanakan Sunyaruri, yang bermakna sunyi senyap, tetapi tanpa rintangan. Saat masih menjadi rahasia Tuhan, kerenanya perkaranya dianggap kurang penting maka khalayak umum tidak mengetahuinya. Kehendak Tuhan memutarbalikkan keadaan: Ia menjadi pemimpin sekaligus ulama, bersikap adil, jauh dari sifat duniawi, disebut Sultan Herucakra.
Sang raja muncul tanpa asal, memiliki bala tentara Sirullah, keutamaannya dzikir, tetapi semua musuh takut. Yang memusuhi hancur lebur tersingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan Negara, keselamatan dunia.
Itulah ramalan Prabu Jayabaya, seperti yang ditulis Lelono. Indonesia saat ini sedang berada di ujung Kalabendu, sambil menanti kedatangan zaman baru, zaman Kalasuba. Pertanyaan kita, adakah fakta yang menunjukkan kebenaran ramalan Prabu Jayabaya atas situasi real bangsa saat ini? Penulis berpendapat bahwa ramalan Jayabaya ada benarnya, dan di bawah ini penulis hanya menunjukkan beberapa fakta secara garis besar, sejauh dapat ditafsirkan.
Pertama, merajalelanya korupsi di tanah air, dalam berbagai bentuk, tingkatan jabatan dan kekuasaan. Ini menandakan bahwa harta kekayaan dalam rupa uang masih menjadi orientasi politik kekuasaan, baik itu dilakukan oleh elite politik maupun oleh masyarakat. Uang telah membutakan mata hati, bukan hanya pejabat politik tingkat elite tetapi juga telah sampai ke desa-desa.
Kedua, tidak adanya kepastian hukum. Upaya penegakan hukum masih terbentur pada kepentingan politik tertentu. Sehingga membawa akibat pada tidak terlaksanya keadilan, juga yang lebih serius adalah tidak ditegakkannya hak asasi manusia dalam hukum. Eksekusi mati, yang masih berlaku di negeri ini menjadi indikasi hilangnya penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Ketiga, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sosok pemimpimnya. Kecenderungan para pemimpin negara untuk mementingkan diri sendiri, mengejar kehendaknya sendiri dan tidak pro-rakyat memberi dampak pada keengganan rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam berpolitik.
Keempat, kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat kecil. Terbukti baru-baru ini konversi minyak dan kenaikan tarif tol yang berorientasi kepada kepentingan ekonomi pejabat negara. Orientasi politik elite negeri yang hanya mementingkan segelintir orang terbaca jelas dalam kebijakan-kebijakan yang dileuarkan. Inilah ‘wahyu setan' seperti yang dikatakan Prabu Jayabaya.
Kelima, moralitas yang tercabik dan kesejahteraan sosial yang terbengkalai. Munculnya berbagai aksi kejahatan, pemerkosaan, penceraian, saling fitnah dan menfitnah, isu dan gosip murahan, sampai isu separatisme dan disintegrasi menjadi indikasi jelas akan hal tersebut.
Keenam, kemiskinan secara ekonomis. Kemelut ekonomi masih mendera kehidupan masyarakat banyak, sementara tuntutan negara terhadap masyarakat melambung tinggi di luar batas kemampuan, misalnya semakin besarnya jumlah pajak, mahalnya bahan-bahan pokok atau vital seperti sandang dan pangan. Hal ini semakin diperparah dengan situasi atau kondisi alam yang tidak memungkinkan, seperti kering yang berkepanjangan dan ketakutan akan bahaya alam yang terus mengintai setiap saat seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami.
Ketujuh, di hadapan situasi runyam di atas, masyarakat tampaknya merindukan seorang Sultan Herucakra, seorang Satrio Piningit. Dalam ramalan Jayabaya tokoh ini dilambangkan sebagai Tunjung Putih Semune Pudak Sinumpet. Maknanya kurang lebih adalah ‘seorang berhati suci, masih disembunyikan identitasnya oleh kegaiban Tuhan'
Apakah zaman Kalasuba akan terbit di pemilu Presiden 2009? Ataukah kita masih harus menunggu hingga tahun 2030, seperti yang termaktub dalam visi Indonesia 2030? Atau kita masih tunggu sampai waktu bertutur pada setiap detik yang risau? Kita sama-sama menanti sambil terus mengintip kebenaran ramalan Prabu Jayabaya. Tapi kita harus tetap optimis bahwa suatu saat - entah kapan - zaman kemuliaan itu akan datang juga.
"Perhatikanlah wahai Rakyatku, bahwa kejayaan Bangsa dan Tanah Airmu, yakni zaman keemasan Indonesia akan sampai pada saatnya. Ketika itu, Indonesia akan terkenal di dunia, berada pada tingkatan utama di antara bangsa-bangsa. Sebagai tanah yang penuh kerahmatan Tuhan Yang Maha Esa" demikian pesan gaib Bung Karno kepada Kusumo Lelono.

Sumber : Opini, Kris Bheda

Baca selengkapnya...

Ramalan Edgar Cayce

Selama ini, Edgar Cayce (1877-1945) dikenal sebagai salah satu
peramal Amerika yang paling berbakat. Cayce yang pernah mendapat
julukan "nabi yang tidur" ini menggunakan kemampuan supernormalnya
untuk menolong "orang sakit". Ia juga memperingatkan tentang
perubahan dan bencana yang akan dialami oleh planet kita pada akhir
zaman.
Cayce dilahirkan di pedesaan Hopkinsville. Sebelum menjadi terkenal,
Cayce pernah menjalani kehidupan
yang keras sebagai anak petani. Ia
sangat tekun mempelajari Alkitab, ke mana saja ia pergi selalu
membawa kitab suci itu, dan mengambil kesempatan untuk membacanya.
Sebagai anak-anak, ia senang sekali mendapatkan bahwa dia bisa tidur
di atas buku pelajaran dan menyerap informasi yang ada di dalamnya.
Tetapi dengan berlalunya waktu keahlian ini lenyap, dan dia
meninggalkan bangku sekolah saat kelas enam. Dia bekerja serabutan di
perladangan, di toko sepatu, di toko buku; menjadi salesman; dan
menjadi juru potret.
Bertemu Seorang Dewi
Saat berusia 13 tahun, suatu hari Cayce sedang duduk di bawah pohon
membaca Alkitab, tiba-tiba ia tersentak oleh perasaan bahwa ia tidak
sendirian. Melihat ke atas, ia melihat sosok seseorang wanita di
depannya dan menyadari bahwa wanita itu adalah seorang dewi. "Doamu
telah didengar," dewi itu berkata. "Katakan apa yang paling kamu
inginkan, sehingga aku dapat memberikannya padamu." Setelah beberapa
menit merasa bengong, pria muda ini menjawab: "Saya ingin menolong
orang lain, terutama anak-anak saat mereka sakit."
Bersamaan dengan itu, sosok bercahaya itu lenyap. Setelah pertemuan
yang singkat dengan dewi itu, ia memiliki kekuatan yang luar biasa
sepanjang hidupnya. Sejak saat itu dan seterusnya, dia sering
membantu orang mendapatkan kembali kesehatannya, dan memulai debutnya
yang sesungguhnya sebagai peramal, serta mendapatkan kemasyhuran
untuk ketepatan ramalannya, yang datang kepadanya ketika dia berada
dalam keadaan tidak sadar. Sebagian dari ramalan itu tidak
diungkapkan dan hanya diceritakan secara terbatas kepada kerabat
dekat tidak lama sebelum peramal besar ini meninggal di Roanoke,
Virginia, pada tanggal 5 Januari 1945 --tepat pada tanggal yang
diramalkannya empat tahun sebelumnya.
Cayce meramalkan Perang Dunia I dan II, keruntuhan pasar saham tahun
1929, kemerdekaan India, dan 15 tahun sebelum terjadinya, berdirinya
negara Israel. Tetapi seperti kasus Nostradamus dan Santo Yohanes,
Cayce terutama mempunyai fokus yang kuat atas peristiwa-peristiwa
yang baru terjadi pada akhir abad ke-20. Dunia masih menunggu
pemenuhan ramalannya yang paling mengerikan: gempa bumi berturut-
turut yang mendatangkan kebinasaan dan akan memecah benua-benua serta
mengubah peta dunia pada masa mendatang.
Kekalutan Geologis
Selama kehidupannya, Cayce telah banyak mendapatkan visi kejadian di
masa mendatang. Ramalan-ramalannya ini memberikan pandangan yang
menakutkan tentang kekacauan alam dan perang yang akan mengguncang
dunia di sekitar perputaran milenium ini.
Di antaranya adalah ramalan Cayce tentang kekalutan geologis
berdasarkan bergesernya poros bumi. Dia melihat pergeseran itu akan
terjadi pada awal abad 21, yang mengakibatkan perubahan drastis.
Diperingatkan bahwa dunia akan diserang oleh badai listrik yang
mengerikan, tornado, angin ribut, letusan gunung berapi, gelombang
pasang, dan gempa bumi. Seismograf akan menampakkan getaran lembut
pertama di sepanjang pantai barat Amerika Serikat dan lepas pantai
Jepang; suara gemuruh akan terdengar dari kedalaman laut Pasifik, dan
geiser raksasa menyemburkan air panas, uap belerang, lumpur, dan
dengan keras menghantam ribuan kaki di dalam air.
Akibatnya sebagian besar Amerika Serikat bagian barat akan bergetar
dan masuk ke dalam lautan dalam suatu ledakan gunung yang hilang.
Bencana akan meluas ke seluruh Amerika, dan Carolina, Georgia, dan
Alabama barat akan tenggelam. Jepang akan digetarkan oleh gempa bumi
pembunuh dan dihancurkan oleh gelombang pasang raksasa. New York akan
menjadi miring dan Eropa utara akan hilang di bawah laut Atlantik
dalam sekejap mata.
Awan dan debu zat kimia beracun juga akan menyebar ke seluruh dunia,
sehingga menghalangi matahari dan menimbulkan ribuan kebakaran.
Gunung berapi, yang sebagian dianggap telah mati, akan meletus. Kilat
akan sambung-menyambung di langit, dan kebakaran akan terjadi di
Pantai Barat.
Dunia Dilahirkan Kembali
Pada masa mendatang bukan hanya perubahan bersifat geologis, salah
satu ramalannya yang paling mengejutkan berkaitan dengan kelahiran
kembali keyakinan agama di Rusia, yang akan "memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk bisa mengkristal." "Sebab perubahan akan datang,
dengan cara evolusi atau revolusi, dan landasan hal itu bagi seluruh
dunia akan berasal dari Rusia."
"Bukan komunisme, melainkan apa yang landasannya sama dengan jenis
persaudaraan yang diajarkan Kristus dalam Kisah Rasul-Rasul 2:44,
4:32." Cayce meramalkan bahwa Cina juga akan menjadi "buaian"
Kristianitas, "setelah negara itu terbangun."
Dia juga meramalkan bahwa dia akan dilahirkan lebih dari satu kali
dalam abad pertama setelah milenium berikutnya untuk membantu
pengembangan spiritual planet ini yang akan menyusul perubahan bumi
besar-besaran yang sekarang terjadi atas diri kita. Keyakinannya yang
kuat memperlihatkan diri dalam jawabannya terhadap pertanyaan resah
banyak orang yang selalu mengikuti ramalan bencananya: "Apa bedanya
hal itu kalau kita hidup dengan benar?"
Sebagian dari visinya yang paling menarik adalah pandangannya
berkaitan dengan kehancuran peradaban, dan kedatangan Kristus yang
kedua kalinya -peristiwa yang diramalkan terjadi pada tahun-tahun
awal mileniun baru. Selain visinya yang mengerikan tentang kekacauan
global, diramalkan juga akan berakhirnya peradaban yang dikenal
sekarang, yang ditandai dengan perang antara kekuatan terang melawan
kekuatan kegelapan yang berhadap-hadapan untuk melakukan konflik
terakhir yang sangat menentukan.
Salah satu ramalan Cayce yang membuat orang sangat penasaran adalah
akan munculnya daratan Atlantis. Ia menyebutkan Atlantis kira-kira
700 kali dalam pembacaannya, dan meramalkan bahwa benua yang sudah
lama hilang ini segera akan ditemukan kembali. Rasanya masuk akal
untuk mengandaikan bahwa kemunculannya kembali akan bersamaan dengan
perubahan bumi lainnya yang dramatis. Dia terutama menyebutkan
kawasan di sekitar Pulau Bimini di Kepulauan Bahama, yang dilihatnya
merupakan "bagian tertinggi yang ditinggalkan di atas ombak apa yang
dulunya adalah benua besar."

Daratan Atlantis Muncul Kembali
Sang "nabi yang tidur" menetapkan tempat daratan yang tenggelam ini
di antara Teluk Meksiko dan Laut Tengah. Pembacaannya menunjukkan
bahwa benua yang hilang lebih unggul teknologinya daripada teknologi
kita yang muktahir sekalipun, tetapi dihancurkan oleh bencana buatan
manusia dan bencana alam kira-kira antara 12.000 dan 17.000 tahun
yang lalu.
Jatuhnya Atlantis, kata Cayce, disebabkan oleh penyalahgunaan sebuah
kristal besar yang dimanfaatkan untuk mengendalikan tenaga matahari.
Penanganan yang salah ini menyebabkan kegiatan gunung berapi yang
intensif dan menjerumuskan peradaban yang dulunya perkasa ke dasar
samudera. Banyak warga Atlantis yang berhasil melarikan diri sebelum
bencana menimpa. "Bukti-bukti adanya peradaban Atlantis bisa
ditemukan di Pegunungan Pyrenia, Maroko dan Honduras Inggris
(Belize), Yucatan, dan bagian-bagian Amerika -terutama dekat Bimini
serta di Gulf Stream dan sekitarnya."
Setelah bukti ini ditemukan, warga Atlantis yang telah mengalami
reinkarnasi akan tertarik untuk membangun kembali kampung halaman
mereka sebelumnya. "Banyak sekali, sebagaimana yang diceritakan,
orang yang dilahirkan kembali ke bumi, yang melalui pengalamannya,
berada di negeri ini." "Maka dengan pembangunan ini kita menemukan
keinginan terpendam yang akan tidak terperi banyaknya, yang dengan
suatu cara berhubungan�c untuk membuat bukan hanya tempat yang bisa
didiami, tetapi yang tidak bisa disamai oleh tempat mana pun juga
lainnya."
Bahaya dari beberapa bencana alam yang paling mengerikan di dunia
selanjutnya akan berakhir selamanya seiring ditemukannya kristal
raksasa yang membentuk inti planet, dan kekuatannya untuk menciptakan
gempa bumi, gelombang pasang, dan letusan gunung berapi dapat
dikendalikan. Kristal peninggalan Atlantis ini memiliki diameter
lebih dari 1.000 mil, dan para ahli geologi serta ilmu pengetahuan
lain akan berhasil dalam memanfaatkan kekuatan kristal raksasa itu
demi kebaikan umat manusia. Penemuan kristal itu juga akan dikaitkan
dengan misteri hilangnya kapal, perahu, dan pesawat udara di Segitiga
Bermuda.


Baca selengkapnya...

Garden of Eden

Has the Garden of Eden been located at last?
By Dora Jane Hamblin

By using an interdisciplinary approach, archaeologist Juris Zarins believes he's found it--and can pinpoint it for us. The author, a frequent contributor, met Dr. Zarins and his Eden theory when writing of Saudi archaeology (September 1983) and has followed his work since.

"And the Lord God planted a garden eastward in Eden; and there he put the man whom he had formed" (Genesis 2:8). Then the majestic words become quite specific: "And a river went out of Eden to water the garden; and from thence it was parted, and became into four heads. The name of the first is Pison: that is it which compasseth the whole land of Havilah, where there is gold; And the gold of that land is good: there is bdellium and the onyx stone. And the name of the second river is Gihon: the same is it that compasseth the whole land of Ethiopia. And the name of the third river is Hiddekel [Tigris]: that is it which goeth toward the east of Assyria. And the fourth river is Euphrates" (Genesis 2:10-14).
But where now are the Pison and the Gihon? And where, if indeed it existed as a geographically specific place, was the Garden of Eden? Theologians, historians, ordinary inquisitive people and men of science have tried for centuries to figure it out. Eden has been "located" in as many diverse areas as has lost Atlantis. Some early Christian fathers and late classical authors suggested it could lie in Mongolia or India or Ethiopia. They based their theories quite sensibly on the known antiquity of those regions, and on the notion that the mysterious Pison and Gihon were to be associated with those other two great rivers of the ancient world, the Nile and the Ganges.

The area thought to be the Garden of Eden, which was flooded when Gulf waters arose, is shown in green.
Yellow areas of Bahrain and Arabian coast represent Dilmun, paradise land of Ubaidians and Sumerians
Another favorite locale for the Garden had been Turkey, because both the Tigris and the Euphrates rise in the mountains there, and because Mount Ararat, where Noah's Ark came to rest, is there. In the past hundred years. since the discovery of ancient civilizations in modern Iraq, scholars have leaned toward the Tigris-Euphrates valley in general, and to the sites of southern Sumer, about 150 miles north of the present head of the Persian Gulf, in particular (map, above).
To this southern Sumerian theory Dr. Juris Zarins, of Southwest Missouri State University in Springfield, would murmur: "You're getting warmer. For Dr. Zarins, who has spent seven years working out his own hypothesis, believes that the Garden of Eden lies presently under the waters of the Persian Gulf, and he further believes that the story of Adam and Eve in-and especially out-of the Garden is a highly condensed and evocative account of perhaps the greatest revolution that ever shook mankind: the shift from hunting-gathering to agriculture.
No single scholarly discipline will suffice to cover the long, intricate road Zarins has followed to arrive at his theory. He began, as many another researcher has, with the simple Biblical account, which "I read forward and backward, over and over again." To this he added the unfolding archaeology of Saudi Arabia (SMITHSONIAN, September 1983), where he spent his field time for more than a decade. Next he consulted the sciences of geology, hydrology and linguistics from a handful of brilliant 20th-century scholars and, finally, Space Age technology in the form of LANDSAT space images.
It is a tale of rich complexity, beginning 30 millennia before the birth of Christ. Of climatic shifts from moist to arid to moist, with consequent migrations eddying back and forth across, and up and down the Middle East. And of myriad peoples. There were hunter-gatherers whom agriculturists displaced. There were prehistoric Ubaidians who built cities, Sumerians who invented writing and the Assyrians who absorbed Sumer's writing as well as its legend of a luxuriantly lovely land, an Eden called Dilmun. Finally there were Kashshites in Mesopotamia, contemporaries of the Israelites then forming the state of Israel.
An endless search for food
There are two crucial if approximate dates in reconstruction. The first is about 30,000 B.C., with the transition from Neanderthal to modern Man. This, some anthropologists believe, took place along the eastern shore of the Mediterranean and Aegean seas and in Iraq. At that time the Great Ice Age still held most of Eurasia in its grip, and it caused the sea levels to fall by 400 feet so that what is now the Persian Gulf was dry land, all the way to the Strait of Hormuz. It was irrigated not only by the still-existing Tigris and Euphrates but also by the Gihon, the Pison and their tributaries from the Arabian peninsula and from Iran. It seems reasonable that technologically primitive but modern Mm, in his endless search for food, would have located the considerable natural paradise that presented itself in the area where the Gulf now lies.
But Eden wasn't born then. That came, Zarins believes, about 6000 B.C. In between 30,000 and 6000 B.C., the climate varied. From 15,000 B.C., rainfall diminished drastically. Faced with increasing aridity, the Paleolithic population retreated, some as far as the area known to us as the "Fertile Crescent" (north along the Tigris and Euphrates, westward toward the moist Mediterranean coast, south to the Nile), and also eastward to the Indus River valley. Others, perhaps wearied by the long trek, made do with the more austere conditions of central Arabia and continued foraging as best they could.
Then, at about 6000 to 5000 B.C., following a long arid stretch, came a period called the Neolithic Wet Phase when rains returned to the Gulf region. The reaches of eastern and northeastern Saudi Arabia and southwestern Iran became green and fertile again. Foraging populations came back to where the four rivers now ran full, and there was rainfall on the intervening plains. Animal bones indicate that in this period Arabia had abundant game. Thousands of stone tools suggest intensive, if seasonal, human occupation around now dry lakes and rivers. These tools are found even in the Rub al-Khali or Empty Quarter of Saudi Arabia. And so about 6000 to 5000 B.C. the land was again a paradise on Earth, provided by a bountiful nature-God---and admirably suited to the foraging life.
This time, however, there was a difference: agriculture had been invented. Not overnight-"It was a very gradual process, not an event," Zarins emphasizes. It grew up along the Mediterranean coast and in today's Iran and Iraq as groups of hunter-gatherers evolved in-to agriculturists. Foragers from central Arabia, returning to the southern Mesopotamian plain, found it already resettled by these agriculturists. Because the process occurred before writing was invented, there is no record of what upheavals the evolution caused, what tortured questions about traditional values and life-styles, what dislocations of clans or tribes. Zarins posits that it must have been far more dramatic than the infinitely later Industrial Revolution, and an earthquake in comparison with today's computer-age discombobulation of persons, professions and systems.
"What would happen to a forager when his neighbors changed their ways or when he found agriculturists had moved into his territory?" Zarins asks. These agriculturists were innovative folk who had settled down, planted seeds, domesticated and manipulated animals. They made the food come to them, in effect, instead of chasing it over hill and dale. What would the forager do if he couldn't cope? He could die; lie could move on; he could join the agriculturists. But whatever happened, he would resent it."
Eden, Adam, and the birth of writing
The crunch came, Zarins believes, here in the Tigris and Euphrates valleys and in northern Arabia, where the hunter-gatherers, flooding in from less hospitable regions, were faced with more technically accomplished humans who knew how to breed and raise animals, who made distinctive pottery, who seemed inclined to cluster in settled groups. Who were these people? Zarins believes they were a southern Mesopotamian group and culture now called the Ubaid. They founded the oldest of the southern Mesopotamian cities, Eridu, about 5000 B.C. Though Eridu, and other cities like Ur and Uruk, were discovered a century ago, the Ubaidian presence down along the coast of Kuwait and Saudi Arabia has been known for little more than a decade, when vestiges of their settlements, graves and distinctive pottery turned up.
It was in Saudi Arabia that Zarins encountered the Ubaidians, and there that he began developing his hypothesis about the true meaning of the Biblical Eden. One clue lies in linguistics: the term Eden, or Edin, appears first in Sumer, the Mesopotamian region that produced the world's first written language. This was in the third millennium B.C., more than three thousand years after the rise of the Ubaid culture. In Sumerian the word "Eden" meant simply "fertile plain." The word "Adam" also existed in cuneiform, meaning something like "settlement on the plain." Although both words were set down first in Sumerian, along with place names like Ur and Uruk, they are not Sumerian in origin. They are older. A brilliant Assyriologist named Benno Landsberger advanced the theory in 1943 that these names were all linguistic remnants of a pre-Sumerian people who had already named rivers, cities-and even some specific trades like potter anti coppersmith-before the Sumerians appeared.
Landsberger called the pre-Sumerian language simply Proto-Euphratian. Other scholars suggest that its speakers were the Ubaidians. However it was, the existing names were incorporated into Sumerian and written down for the first time. And the mythology of the lush and lovely spot called Eden was codified by being written.
"The whole Garden of Eden story, however, when finally written, could be seen to represent the point of view of the hunter gatherers," Zarins reasons. "It was the result of tension between the two groups, the collision of two ways of life. Adam and Eve were heirs to natural bounty. They had everything they needed. But they sinned and were expelled. How did they sin? By challenging God's very omnipotence. In so doing they represented the agriculturists, the upstarts who insisted on taking matters into their own hands, relying upon their knowledge and their own skills rather than on His bounty.
There were no journalists around to record the tension, no historians. But the event did not go unnoticed. It became a part of collective memory and at long last it was written down, highly condensed, in Genesis. It was very brief, but brevity doesn't mean lack of significance."
How did it happen that an advanced people would perpetuate a myth making their own ancestors the sinners? It may be that the Ubaidians, who are known to have sailed down the east coast of Arabia and colonized there, ran into descendants of foragers displaced from a drowning Eden, from them heard the awful story of the loss of paradise and repeated it until it became their own legend. Or it may be that, responding to the increasing pressures and stresses of a society growing in complexity, they found comfort in a fantasy of the good old days, when life had been sweeter, simpler, more idyllic. However, it was a tale firmly established in Ubaidian mythology, then adopted and recorded by the Sumerians.
LANDSAT spots a "fossil river"
At this stage in his thesis, Zarins goes back to geography and geology to pinpoint the area of Eden where he believes the collision came to a head. The evidence is beguiling: first, Genesis was written from a Hebrew point of view. It says the Garden was "eastward," i.e., east of Israel. It is quite specific about the rivers. The Tigris and the Euphrates are easy because they still flow. At the time Genesis was written, the Euphrates must have been the major one because it stands identified by name only and without an explanation about what it "compasseth." The Pison can be identified from the Biblical reference to the land of Havilah, which is easily located in the Biblical Table of Nations (Genesis 10:7, 25:18) as relating to localities and people within a Mesopotamian-Arabian framework. Supporting the Biblical evidence of Havilah are geological evidence on the ground and LANDSAT images from space. These images clearly show a "fossil river," that once flowed through northern Arabia and through the now dry beds, which modern Saudis and Kuwaitis know as the Wadi Riniah and the Wadi Batin. Furthermore. as the Bible says, this region was rich in bdellium, an aromatic gum resin that can still be found in north Arabia, and gold, which was still mined in the general area in the 1950s.

It is the Gihon, which "compasseth the whole land of Ethiopia," that has been the problem. In Hebrew the geographical reference was to "Gush" or "Kush." The translators of the King James Bible in the 17th century rendered Gush or Kush as "Ethiopia"---which is further to the south and in Africa--thus upsetting the geographical applecart and flummoxing researchers for centuries. Zarins now believes the Gihon is the Karun River, which rises in Iran and flows southwesterly toward the present Gulf. The Karun also shows in LANDSAT images and was a perennial river which, until it was dammed, contributed most of the sediment forming the delta at the head of the Persian Gulf.
Thus the Garden of Eden, on the geographical evidence, must have been somewhere at the head of the Gulf at a time when all four rivers joined and flowed through an area that was then above the level of the Gulf. The wording in Genesis that Eden's river came into four heads" was dealt with by Biblical scholar Ephraim Speiser some years ago: the passage, he said, refers to the four rivers upstream of their confluence into the one river watering the Garden. This is a strange perspective, but understandable if one reflects that the description is of a folk memory, written millennia after the events encapsulated, by men who had never been within leagues of the territory.
It was Speiser again who suggested that the mysterious Gush or Kush should be correctly written as Kashshu and further that it refers to the Kashshites, a people who, in about 1500 B.C , conquered Mesopotamia and prevailed until about 900 B.C. This Zarins considers a vital clue. "At the time the Kashshites were in control in Mesopotamia, the nation of Israel was being formed. The Hebrews must certainly have encountered them, and learned the handed-down traditions of early Mesopotamia, the myths and tales. They must have heard the words Eden and Adam."
The name Eve does not appear in Sumerian but there is a most intriguing link---the account of Eve's having been fashioned from Adam's rib in the Garden story. Why a rib? Well, in a famous Sumerian poem translated and analyzed by scholar Samuel Noah Kramer, there is an account of how Enki the water god angered the Mother Goddess Ninhursag by eating eight magical plants that she had created. The Mother Goddess put the curse of death on Enki and disappeared, presumably so she couldn't change her mind and relent. Later, however, when Enki became very ill and eight of his "organs" failed, Ninhursag was enticed back. She summoned eight healing deities, one for each ailing organ. Now the Sumerian word for "rib" is "ti.," but the same word also means "to make live." So the healing deity who worked on Enki's rib was called "Nin-ti" and, in a nice play on words, became both the "lady of the rib" and the "lady who makes live." This Sumerian pun didn't translate into Hebrew, in which the words for "rib" and "to make live" are quite different. But the rib itself went into the Biblical account and as "Eve" came to symbolize the "mother of all living."
This and other ties with Sumerian myth are very clear, and Zarins finds it telling that although the Hebrews had close associations with Egypt, their earliest spiritual roots were in Mesopotamia. "Abraham journeyed to Egypt, Joseph journeyed to Egypt, the whole Exodus story is concerned with Egypt, but there is nothing whatever Egyptian about the early chapters of Genesis," he points out. "All these early accounts are linked to Mesopotamia. Abraham indeed is said to have come from Ur, at the time near the Gulf, and the writers of Genesis wanted to link up with that history. So they drew from the literary sources of the greatest civilization that had existed, and that was in Mesopotamia. In so doing they turned Eden into the Garden, Adam into a man, and a compacted history of things that occurred millennia before was pressed into a few chapters."
Long before Genesis was written, Zarins believes, the physical Eden had vanished under the waters of the Gulf. Man had lived happily there. But then, about 5000 to 4000 B.C. came a worldwide phenomenon called the Flandrian Transgression, which caused a sudden rise in sea level. The Gulf began to fill with water and actually reached its modern-day level about 4000 B.C., having swallowed Eden and all the settlements along the coastline of the Gulf. But it didn't stop there. It kept right on rising, moving upward into the southern legions of today's Iraq and Iran.
"The Sumerians always claimed that their ancestors came 'out of the sea,' and I believe they literally did," says Zarins. "They retreated northward into Mesopotamia from the encroaching waters of the Gulf, where they had lived for thousands of years."
Their original "Eden" was gone but a new one called Dilmun, on higher ground along the eastern coast of Arabia, enters the epics and the poems in the third millennium i.e. The by then ancient mythology of a land of plenty, of eternal life and peace, had lodged firmly in the collective mind and in a specific geographical area.
The scholarly world first heard about Dilmun a little more than a century ago, when scholars were able to decipher cuneiform tablets unearthed by archaeologist Austen Henry Layard in Nineveh, an Assyrian stronghold in today's Iraq. Its earliest mention was in economic texts referring to traffic in people and goods. On later tablets, to their astonishment. scholars began reading, in literature, not only about Eden and Adam and the "lady of the rib" but also about a Great Flood, a Sumerian hero called Gilgamesh and his search for the Tree of Life. There was even a serpent. Gilgamesh had gone "down" from Sumer to the Gulf area where he had been told he would find a plant that would give him eternal life. "What he found may have been coral, which in antiquity was a symbol of eternal life," Zarins explains. "And after his labors he went to sleep and a serpent came along and stole his eternal life--his coral, maybe. Now it may not have been a serpent as we think of one, but instead one of those beautiful feathery creatures that Assyrians depicted in reliefs. But the descriptions of Dilmun are of an area that fits what I've been saying, where societies could exist at the will and bounty of God, in a beautiful setting."
A land for commerce and consecration
There is a curious dichotomy in Dilmun as economic center and also as hallowed place of legend. Its exact location has been a debated issue. It is Zarins'---and most scholars'---conviction that it was the islands of Bahrain and Failaka and the eastern coast of Saudi Arabia. "The island of Bahrain was the Hong Kong of its era," lie says, "a rich hub of international trade, with ships coming and going between Mesopotamia and the Indus Valley civilization. Both there and on the eastern coast of Saudi Arabia are tens of thousands of tumuli---far more than the sparse indigenous population would have accounted for-some very rich tombs, most dating to the period 2500 to 1900 B.C.
Some suggest close ties with the Sumerians. Eden was gone so they would want to go to the paradise land of Dilmun either for pilgrimages or as the site of their final resting place. After all, if riches or eternal life were to be had in this area, they might as well get in on it."
One final question must be asked. Why, when the Israelites accepted the ancient stories of Mesopotamia-Arabia, with all their freight of long-forgotten struggles, climatic changes, half-forgotten traditions, did they choose the word Eden instead of Dilmun?
"Perhaps they never heard of the word Dilmun," says Zarins. "We don't really know. Archaeologist Daniel Potts is working on that problem right now.
Did the word Dilmun exist in Hellenistic times? There was a linguistic break in Alexander the Great's time. The wedgelike cuneiform was replaced by the alphabetic writing of the Greeks, a much more efficient system. Power passed from the East to the West, to Greece and Rome. The old stories, the old words, faded into obscurity because power goes to those who have it. Until the discovery of the Nineveh tablets, Assyrian cuneiform was dead. Early translators never heard of it. The name and concept of Eden were transmitted not through the Sumerian language of Dilmun but through the Hebrew-Hellenistic one of Eden."
It is an accident of history, of archaeology, of translation, perhaps, that Dilmun was lost and Eden remained. It should not shake the faith of any intelligent human being. If Zarins is correct, there is embedded in the Bible a very ancient folk memory, not only the story of Creation but also the story of Man's emergence from total dependence to perilous self-reliance, with all the man-made dangers incipient therein.
First appeared in Smithsonian Magazine, Volume 18. No. 2, May 1987. Used with permission of Miss Hamblin's sister and executor, Mary H. Ovrom. December 1, 1997. Note added 8/14/07: The Flood of Noah was likely such a huge world-wide catastrophe that the site of the Garden of Eden may presently be buried under miles of sediments. If the earth originally had one continent, and the continents split apart during or after the Flood, then the location of the Garden in the land of Eden is even more uncertain. In recent years several documentary films have been made which explore the Mesopotamian region for the possible location of Eden. Old place names, local legends and folk lore make the ongoing search interesting. (LTD)



Baca selengkapnya...

Hidupku Sia-sia

Ku tengadahkan kepalaku
Kulihat di bawah matahari
Ada kenangan yang terlukis disitu
Telah lama dilupakan

Di bawah matahari
kulakukan segalanya
Memenuhi hidup
Tapi mengapa semua itu
Pada akhirnya harus kutinggalkan
Mereka yang datang setelah aku
Menikmati jerih payahku
Aku benci mengalaminya

Bodohnya aku
Di bawah matahari
Kukucurkan keringat
Kulakukan semua keinginan hati
Kulakukan semua untuk menyenangkan hati
Aku tidak menahan hatiku
Dari suka cita apapun

Mereka yang datang setelah aku
Menikmati hasil keringatku
Bodohnya aku
Telah kulakukan semua
Tapi hanya segumpal tanah
Yang setia menemani….

Pontianak, 12 Oktober 2005
Terima kasih Pengkhotbah yang penuh Hikmat


Baca selengkapnya...

Biar DamaiMu Kurasakan

Dari siang sampai malam
Engkau biarkan aku merana
Aku berteriak sampai pagi
Kau diam

Mukaku pudar menengadah ke atas
Redup sudah suaraku
Aku tak dapat tidur
Pahit pedihnya perasaanku

Aku mengharapkan Engkau
Tenangkanlah jiwaku
Engkau yang kunanti-nanti
Dengarlah jeritanku
Dengarlah gemuruh hatiku

Lenyap sudah kegirangan hati
Kepedihan datang menari-nari
Membungkusku dengan kesedihan

Engkau yang kuharap
Datanglah bersama kasihMu
Lihatlah dan perhatikanlah aku
Bebaskanlah aku dari gundah gulana

Jangan terlalu lama
Tak sanggup lagi aku bertahan

Tolonglah Tuhan
Tolonglah aku, hambamu ini
Jangan buat aku berputus asa
Jangan biarkan aku jatuh dalam kesedihan
Tak ingin aku rasakan

Kuangkat mukaku kepadaMU
Curahkanlah bagiku embun dari langit
Segarkanlah jiwaku
Biar damaiMu kurasakan

Pontianak, 18 Oktober’05

Baca selengkapnya...